Sunday, January 27, 2013

Mengapa Bunda Maria Tidak Berdosa?

Bagaimana mungkin Gereja Katolik baru mendefinisikan pada tahun 1854 bahwa Bunda Maria tidak berdosa, baik dosa asal maupun dosa pribadi? Walaupun baru didefinisikan pada abad ke-19, namun dogma ini mempunyai dasar yang kuat, baik dari Kitab Suci maupun Tradisi Suci. Kita dapat melihat dasarnya dari Kitab Suci yaitu: (1) Maria dipersiapkan untuk mengemban misi sebagai Bunda Allah; (2) Maria adalah perempuan yang disebutkan dalam Kitab Kejadian, di mana keturunannya akan mengalahkan ular (lih.Kej 3:15); (3) Allah memisahkan hal-hal yang kudus dari yang profan; maka terlebih lagi Ia akan menguduskan seseorang yang akan melahirkan Putera-Nya.
Sepanjang sejarah manusia, Tuhan dapat memilih banyak nabi, raja, maupun rasul, namun Tuhan hanya dapat memilih satu wanita sebagai Bunda-Nya. Sama seperti Tuhan mencurahkan rahmat-Nya secara khusus kepada masing-masing orang menurut misi yang harus diemban mereka, maka Tuhan mencurahkan kepada Maria kepenuhan rahmat (lih. Luk 1:28) – sehingga tidak ada ruang untuk dosa – dan menaunginya dengan Roh Kudus dan kuasa dari Allah yang maha tinggi (lih. Luk 1:35) – sehingga Maria senantiasa kudus dan tidak pernah tercampur dosa sepanjang hidupnya, dan secara sempurna mendampingi Putera-Nya dan mengikuti kehendak Allah.
Allah telah mempersiapkan Maria mulai dari Kitab Kejadian, ketika Allah berfirman “Aku akan mengadakan permusuhan (enmity) antara engkau [ular/setan] dan perempuan ini [perempuan itu/ the woman]” (Kej 3:15) Kalimat tersebut hanya masuk akal kalau perempuan itu merujuk kepada Bunda Maria dan bukan kepada Hawa. Kata permusuhan (enmity) mencerminkan permusuhan atau sesuatu yang bertolak belakang secara total, sehingga perempuan itu haruslah tanpa dosa, bertentangan dengan setan yang berdosa. Kebenaran bahwa perempuan itu merujuk kepada Bunda Maria semakin diperkuat karena di ayat yang sama, keturunan dari perempuan itu – yaitu Yesus – menginjak kepala ular yang artinya mengakhiri dominasi dosa.
Gambaran akan kekudusan Maria, digambarkan secara samar-samar dalam Perjanjian Lama dalam Tabut Perjanjian Lama – berisi: dua loh batu, manna dan tongkat Harun – yang begitu kudus dan tidak boleh disentuh oleh sembarang orang, kecuali imam agung. Yesus yang menjadi Perjanjian Baru – sebagai pemberi hukum, sebagai Roti hidup, dan sebagai Imam agung – memilih dilahirkan dalam tabut Perjanjian Baru, yaitu dari rahim Perawan Maria. Kalau Tuhan begitu menghendaki kesucian tabut Perjanjian Lama, maka Tuhan akan mennghendaki kesucian Maria dari noda dosa, sehingga dia layak menjadi Bunda Allah. Dengan demikian, kita dapat melihat bahwa dogma Maria dikandung tanpa noda sesungguhnya mengungkap kebenaran bahwa Allah telah mempersiapkan Bunda Maria untuk menjalankan tugas istimewa yang harus diembannya, yaitu sebagai Bunda Allah, yang melahirkan Putera Allah yang misi-Nya adalah membebaskan manusia dari belenggu dosa.

Dasar Kitab Suci:

  • Kej 3:15: Allah akan mengadakan permusuhan antara perempuan itu (the woman) dengan Iblis, dan Maria adalah “perempuan itu” yang dijanjikan oleh Allah akan melahirkan keturunan yang akan mengalahkan Iblis. Perlawanan total dengan Iblis inilah yang mensyaratkan kemurnian Bunda Maria, kebebasan dari dosa asal.
  • Luk 1:28: “Salam, hai engkau yang penuh rahmat” (kecharitomene). Kepenuhan rahmat Allah= tiada ruang bagi dosa.
  • Kel 25:1-30, Bil 17:10, Ibr 9:4 menunjukkan betapa Allah menghendaki kemurnian tabut Perjanjian Lama, demikian pula Ia terlebih lagi menghendaki kemurnian Bunda Maria, Sang Tabut Perjanjian Baru, yang mengandung Sang Roti Hidup (Yoh 6:35), Sang Sabda yang menjadi manusia (Yoh 1:14), Sang Imam Besar yang Tertinggi (Ibr 8:1).
  • Ibr 7:26: Kristus adalah Sang Imam Besar yang tanpa noda, terpisah dari orang-orang berdosa, sehingga tak mungkin Ia lahir dari seorang perempuan yang berdosa.
  • Why 12:1-6: Bunda Maria sebagai Perempuan yang melahirkan Anak Laki-laki yang menggembalakan semua bangsa, akhirnya mengalahkan Iblis.

Dasar Tradisi Suci:

  • St. Irenaeus (180): “Hawa, dengan ketidaktaatannya [karena berdosa] mendatangkan kematian bagi dirinya dan seluruh umat manusia, … Maria dengan ketaatannya [tanpa dosa] mendatangkan keselamatan bagi dirinya dan seluruh umat manusia…. Oleh karena itu, ikatan ketidaktaatan Hawa dilepaskan oleh ketaatan Maria. Apa yang terikat oleh ketidakpercayaan Hawa dilepaskan oleh iman Maria.” (Lihat St. Irenaeus, Against Heresies, 189 AD, 3:22:24)
  • St. Hippolytus (235): “Ia adalah tabut yang dibentuk dari kayu yang tidak dapat rusak. Sebab dengan ini ditandai bahwa Tabernakel-Nya dibebaskan dari kebusukan dan kerusakan.” (St. Hippolytus, Orations Inillud, Dominus pascit me )
  • Origen (244): “Bunda Perawan dari Putera Tunggal Allah ini disebut sebagai Maria, yang layak bagi Tuhan, yang tidak bernoda dari yang tidak bernoda, hanya satu satunya” (Origen, Homily 1).
  • Ephraim (361): ”Engkau sendiri dan Bunda-Mu adalah yang terindah daripada semua yang lain, sebab tidak ada cacat cela di dalam-Mu ataupun noda pada Bunda-Mu… (St. Ephraim, Nisibene Hymns 27:8)
  • St. Athanasius (373), “O, Perawan yang terberkati, sungguh engkau lebih besar daripada semua kebesaran yang lain. Sebab siapakah yang sama dengan kebesaranmu, O tempat kediaman Sang Sabda Allah? Kepada ciptaan mana, harus kubandingkan dengan engkau, O Perawan? Engkau lebih besar daripada semua ciptaan, O Tabut Perjanjian, yang dilapis dengan kemurnian, bukannya dengan emas! Engkau adalah Tabut Perjanjian yang didalamnya terdapat bejana emas yang berisi manna yang sejati, yaitu: daging di mana Ke-Allahan tinggal.” (St. Athanasius, Homily of the Papyrus of Turin, 71:216)
  • Ambrose (387): “Angkatlah tubuhku, yang telah jatuh di dalam Adam. Angkatlah aku, tidak dari Sarah, tetapi dari Maria, seorang Perawan, yang tidak saja tidak bernoda, tetapi Perawan yang oleh rahmat Allah telah dibuat tidak bersentuh dosa, dan bebas dari setiap noda dosa.” (St. Ambrose, Commentary on Psalm 118: Sermon 22, no.30, PL 15, 1599).
  • St. Gregorius Nazianza (390): Ia [Yesus] dikandung oleh seorang perawan, yang terlebih dahulu telah dimurnikan oleh Roh Kudus di dalam jiwa dan tubuh, sebab seperti ia yang mengandung layak untuk menerima penghormatan, maka pentinglah bahwa ia yang perawan layak menerima penghormatan yang lebih besar. (St. Gregorius, Sermon 38)
  • St. Augustine (415): Kita harus menerima bahwa Perawan Maria yang suci, yang tentangnya saya tidak akan mempertanyakan sesuatupun ketika ia kita membicarakan tentang dosa, demi hormat kita kepada Tuhan; sebab dari Dia kita mengetahui betapa berlimpahnya rahmat untuk mengalahkan dosa di dalam segala hal telah diberikan kepadanya, yang telah berjasa untuk mengandung dan melahirkan Dia yang sudah pasti tidak berdosa (St. Augustine, Nature and Grace 36:42)
  • Theodotus (446): “Seorang perawan, yang tak berdosa, tak benoda, bebas dari cacat cela, tidak tersentuh, tidak tercemar, kudus dalam jiwa dan tubuh, seperti setangkai lili yang berkembang di antara semak duri.” (Theodotus, Homily 6:11)
  • Proclus dari Konstantinopel (446): “Seperti Ia [Yesus] membentuknya [Maria] tanpa noda dari dirinya sendiri, maka Ia dilahirkan daripadanya tanpa meninggalkan noda. (Proclus, Homily 1)
  • St. Severus (538): “Ia [Maria] …sama seperti kita, meskipun ia murni dari segala noda, dan ia tanpa noda.” (St. Severus, Hom. cathedralis, 67, PO 8, 350)
  • St. Germanus dari Konstantinopel (733), mengajarkan tentang Maria sebagai yang “benar- benar terpilih, dan di atas semua, … melampaui di atas semua dalam hal kebesaran dan kemurnian kebajikan ilahi, tidak tercemar dengan dosa apapun.” (Germanus dari Konstantinopel, Marracci in S. Germani Mariali)

Dasar Magisterium Gereja:

  • Paus Pius IX (8 Desember 1854) dalam Ineffabilis Deus, memberikan Dogma Perawan Maria Dikandung Tanpa Noda, yang bunyinya antara lain sebagai berikut: Dengan inspirasi Roh Kudus, untuk kemuliaan Allah Tritunggal, untuk penghormatan kepada Bunda Perawan Maria, untuk meninggikan iman Katolik dan kelanjutan agama Katolik, dengan kuasa dari Yesus Kristus Tuhan kita, dan Rasul Petrus dan Paulus, dan dengan kuasa kami sendiri: “Kami menyatakan, mengumumkan dan mendefinisikan bahwa doktrin yang mengajarkan bahwa Bunda Maria yang terberkati, seketika pada saat pertama ia terbentuk sebagai janin, oleh rahmat yang istimewa dan satu-satunya yang diberikan oleh Tuhan yang Maha Besar, oleh karena jasa-jasa Kristus Penyelamat manusia, dibebaskan dari semua noda dosa asal, adalah doktrin yang dinyatakan oleh Tuhan dan karenanya harus diimani dengan teguh dan terus-menerus oleh semua umat beriman.”
  • Konsili Vatikan II:
    St. Ireneus, “dengan taat Maria menyebabkan keselamatan bagi dirinya maupun bagi segenap umat manusia” Maka … para Bapa zaman kuno, … menyatakan bersama Ireneus: “Ikatan yang disebabkan oleh ketidak-taatan Hawa telah diuraikan karena ketaatan Maria; apa yang diikat oleh perawan Hawa karena ia tidak percaya, telah dilepaskan oleh perawan Maria karena imannya” Sambil membandingkannya dengan Hawa, mereka menyebut Maria “bunda mereka yang hidup”. Sering pula mereka (St. Jerome, St. Agustinus, St. Cyril, St. Yohanes Krisostomus, St. Yohanes Damaskinus) menyatakan: “maut melalui Hawa, hidup melalui Maria.” (Lumen Gentium 56)
  • Katekismus Gereja Katolik 
  • KGK 491 -  Dalam perkembangan sejarah, Gereja menjadi sadar bahwa Maria, “dipenuhi dengan rahmat” oleh Allah (Luk 1:28), sudah ditebus sejak ia dikandung. Dan itu diakui oleh dogma “Maria Dikandung tanpa Noda Dosa”, yang diumumkan pada tahun 1854 oleh Paus Pius IX:
    “… bahwa perawan tersuci Maria sejak saat pertama perkandungannya oleh rahmat yang luar biasa dan oleh pilihan Allah yang mahakuasa karena pahala Yesus Kristus, Penebus umat manusia, telah dibebaskan dari segala noda dosa asal” (DS 2803).
  • KGK 492 – Bahwa Maria “sejak saat pertama ia dikandung, dikaruniai cahaya kekudusan yang istimewa” (LG 56), hanya terjadi berkat jasa Kristus: “Karena pahala Puteranya, ia ditebus secara lebih unggul” (LG 53). Lebih dari pribadi tercipta yang mana pun Bapa “memberkati dia dengan segala berkat Roh-Nya oleh persekutuan dengan Kristus di dalam surga” (Ef 1:3). Allah telah memilih dia sebelum dunia dijadikan, supaya ia kudus dan tidak bercacat di hadapan-Nya (Bdk. Ef 1:4).